Siapa yang tidak mengenal ikan lele sangkuriang? Jenis ikan lele yang
diperkenalkan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi pada tahun 2004 ini dengan cepat menjadi primadona para
peternak. Namun tahukah Anda bahwa ikan lele Sangkuriang ini masih dari
jenis lele dumbo?
Penurunan kualitas lele dumbo
Ikan lele dumbo pertama kali diekspor dari Taiwan pada tahun 1985.
Menurut keterangan eksportirnya, lele dumbo merupakan hasil silangan
ikan lele asal Taiwan dengan nama latin Clarias Fuscus dengan ikan lele asal Afrika dengan nama latin Clarias Mozambicus. Namun penelaahan lebih lanjut mengatakan lele dumbo lebih mirip dengan ikan lele asal Afrika dengan nama latin Clarias Gariepinus.
Terlepas dari kontroversi sepesies lele dumbo, diakui bahwa jenis
ikan lele ini lebih produktif untuk dibudidayakan di Indonesia. Sehingga
hampir semua peternak lele memilih membudidayakan lele dumbo ketimbang
lele lokal (Clarias Batrachus) yang saat itu banyak
dibudidayakan. Meski daging lele dumbo tak segurih lele lokal, tetap
saja memelihara lele dumbo jauh lebih ekonomis dibanding lele lokal.
Lele dumbo bisa tumbuh jauh lebih cepat, ukurannya lebih bongsor dan
lebih tahan terhadap berbagai bibit penyakit. Namun keunggulan lele
dumbo semakin hari semakin pudar, karena kualitasnya terus menurun.
Menurut para pakar, penurunan tersebut disebabkan karena kesalahan dalam
pembenihan lele yang terjadi di masyarakat. Banyak ikan lele dumbo yang
dikawinkan dengan kerabatnya sendiri (inbreeding). Hal ini
memicu penurunan kualitas indukan lele dumbo. Karena pemijahan benih
lele menggunakan calon indukan yang salah, lambat laun benih ikan lele
dumbo yang beredar di masyarakat semakin turun kualitasnya.
Proyek ikan lele sangkuriang
Baru pada tahun 2000-an, pemerintah lewat BBPBAT melakukan penelitian
untuk meningkatkan kembali kualitas lele dumbo. Dengan menggunakan
metode silang balik (back cross) ternyata lele dumbo bisa
diperbaiki kualitasnya. Kawin silang balik yang dilakukan BBPBAT adalah
mengawinkan indukan betina generasi ke-2 atau biasa disebut F2 dari lele
dumbo yang pertama kali didatangkan pada tahun 1985, dengan indukan
jantan lele dumbo F6.
Perkwainannya melalui dua tahap, pertama mengawinkan indukan betina
F2 dengan indukan jantan F2, sehingga dihasilkan lele dumbo jantan F2-6.
Kemudian lele dumbo F2-6 jantan ini dikawinkan lagi dengan indukan F2
sehingga dihasilkan ikan lele Sangkuriang.
Proses penelitian ikan lele Sangkuriang memakan waktu yang cukup lama.
Dua tahun setelah itu benih lele Sangkuriang baru diperkenalkan secara
terbatas. Pengujian dilakukan pada tahun 2002-2004 di daerah Bogor dan
Yogyakarta. Baru pada tahun 2004, dikeluarkan Keputusan Menteri Kelautan tentang pelepasan varietas ikan lele Sangkuriang kepada publik.
Perbandingan yang paling mencolok antara ikan lele dumbo dengan ikan
lele Sangkuriang antara lain, adalah kemampuan bertelur (fekunditas)
ikan lele sangkuriang yang mencapai 40.000-60.000 per kg induk betina
dibanding lele dumbo yang hanya 20.000-30.000, derajat penetasan telur
dari ikan lele sangkuriang lebih dari 90% sedangkan lele dumbo lebih
dari 80%.
Dilihat dari pertumbuhannya, pembesaran harian ikan lele sangkuriang
bisa mencapai 3,53% sedangkan lele dumbo hanya 2,73%. Dan, konversi
pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) ikan lele sangkuriang
mencapai 0,8-1 sementara lele dumbo lebih besar sama dengan 1. FCR
merupakan nisbah antara berat pakan yang diberikan dengan berat
pertumbuhan daging ikan. Semakin kecil nisbah FCR semakin ekonomis ikan
tersebut dipelihara.
Penamaan ikan lele Sangkuriang mengambil nama seorang anak dari
cerita mitologi Sunda. Dalam cerita tersebut adalah seorang anak bernama
Sangkuriang yang berhasrat mengawini ibunya sendiri. Mungkin karena hal
itulah nama ikan lele Sangkuriang menjadi nama varietas lele hasil
silang balik.
Ikan lele Sangkuriang II
Pada tahun 2010, BBPBAT kembali melakukan pengembangan terhadap ikan
lele sangkuriang. Kali ini lembaga penelitian plat merah ini mengawinkan
lele sangkuriang dengan lele dari sungai Nil, Afrika. Indukan jantan
merupakan lele sangkuriang F6 sedangkan indukan betinanya F2 dari
Afrika. Indukan dari Afrika ini bobot tubuhnya bisa mencapai 7 kg,
diharapkan bisa mendongkrak sifat unggul bagi turunannya.
BBPBAT mengklaim lele sangkuriang II bisa tumbuh 10 persen lebih
cepat dari generasi sebelumnya. Ukuran tubuhnya pun lebih bongsor dan
yang terpenting lebih tahan terhadap penyakit.
Saat ini ikan lele sangkuriang II belum dilepas untuk umum. Ikan ini
masih harus melakukan uji multilokasi. Dari keterangan tertulisnya,
BBPBAT melakukan uji multilokasi di Bogor, Boyolali, Gunung Kidul dan
Kepanjen.
Dibentuk dari gabungan persilangan strain ikan lele Mesir, Paiton,
Sangkuriang dan Dumbo yang diseleksi selama 3 generasi pada karakter
pertumbuhan.
Ikan lele mutiara ini dilepaskan ke masyarakat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 77/KEPMEN-KP/2015.
Keunggulan :
Laju pertumbuhan tinggi: 10-40% lebih tinggi daripada benih-benih lain
Lama pemeliharaan singkat: lama pembesaran benih tebar berukuran 5-7
cm atau 7-9 cm dengan padat tebar 100 ekor/m2 berkisar 40-50 hari,
sedangkan pada padat tebar 200-300 ekor/m2 berkisar 60-80 hari.
Keseragaman ukuran relatif tinggi: tahap produksi benih diperoleh
80-90% benih siap jual dan pemanenan pertama pada tahap pembesaran tanpa
sortir diperoleh ikan lele ukuran konsumsi sebanyak 70-80%.
Rasio konversi pakan (FCR = Feed Conversion Ratio) relatif rendah: 0,6-0,8 pada pendederan dan 0,8-1,0 pada pembesaran.
Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi: sintasan (SR = Survival Rate) pendederan benih berkisar 60-70% pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik).
Toleransi lingkungan relatif tinggi: suhu 15-35 oC, pH 5-10, amoniak <3 0-10="" 0="" li="" mg="" nitrit="" salinitas="">
Produktivitas relatif tinggi: produktivitas pada tahap pembesaran 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih strain lain.
3>
Potensi Mitra Bisnis / Pemanfaat Produk :
Unit pembenihan rakyat (UPR)
Unit pembenihan pemerintah (Dinas)
Pengusaha / industri perikanan
Rancangan hilirasi :
Gelar teknologi (Januari – Juni 2017)
Roadshow industri (Juli – Desember 2017)
Kerjasama industri 2018
Ikan Lele Mutiara
Sumber : https://bppisukamandi.kkp.go.id/?page_id=73
Baik pembesaran maupun pembenihan lele (Clarias gariepinus)
tentu memiliki banyak hal yang harus diperhatikan dan dikontrol. Namun,
pembenihan memiliki tantangan tersendiri, salah satunya adalah kondisi
lingkungan yang perlu dijaga ketat agar benih yang daya tahannya masih rentan ini dapat bertahan hidup. Sebelum benih diproduksi, indukan lele juga harus dalam kondisi lingkungan terbaik
sehingga mampu menghasilkan benih unggulan. Dilansir dari majalah
TROBOS edisi 62 th. 2017, Muhammad Amir Sobirin seorang petani lele asal
Pekalongan berpendapat bahwa pembenihan lele adalah proses yang butuh
ketelatenan karena risikonya tinggi. Menurutnya, modal pembenihan itu
kecil dan jika berhasil maka dapat mendatangkan untung yang besar.
Faktor cuaca yang berubah-ubah memberikan dampak besar pada
pembenihan. Pergantian musim misalnya, menjadikan induk lele mengalami
gejala “telur kosong”. Hujan deras yang menurunkan pH kolam dan
melembabkan udara pun memicu pertumbuhan jamur dan bakteri yang
menyerang benih. Belum lagi cuaca panas yang pernah dialami BPBIAT Kota
Cirebon, dimana 60% benih ikannya mati akibat suhu panas yang mencapai
36oC.
Selain suhu, masih banyak faktor yang perlu dijaga agar pembenihan
dapat berjalan lancar. Mulai persiapan indukan, pemijahan, sampai
pemeliharaan larva.
Persiapan indukan
Biasanya, dalam bisnis pembenihan, pembudidaya langsung membeli
indukan yang siap memijah. Tapi jika ingin mempersiapkan dan menyeleksi
indukan secara mandiri, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Indukan sebaiknya memiliki sertifikat yang membuktikan genetiknya berasal dari prosedur yang jelas.
Suhu kolam indukan dijaga di 28-30oC
Kepadatan indukan berkisar 10-15 ekor/m2
Penggantian air 2x seminggu, sebanyak 20-30% air kolam
Nutrisi indukan harus tinggi asam lemak (untuk pematangan gonad) dan omega 3 (untuk pembentukan gelembung renang pada larva)
Pemberian pakan 3-5x sehari dengan 3-5% dari bobot tubuhnya
Jantan dan betina sebaiknya dipisah agar tidak terjadi pembuahan di luar rencana
Ciri-ciri indukan jantan yang siap memijah: tubuh ramping, gerakan lincah dan alat kelamin runcing
Ciri-ciri indukan betina yang siap memijah: bagian perut membesar ke arah anus, apabila diraba terasa lembek dan gerakan lambat
Umur lele jantan yang siap memijah biasanya berkisar antara 8-12
bulan sedangkan lele betina di umur 12-15 bulan. Perbandingan jumlah
jantan:betina adalah 1:3. Kualitas air kolam untuk pemijahan di
antaranya:
Suhu: 25 – 30oC
Nilai pH: 6,5 – 8,5
Ketinggian air: 25 – 40 cm
Siapkan kakaban/ijuk pada kolam pemijahan dan biarkan indukan
melakukan pemijahan, biasanya pada waktu pagi atau sore hari. Karena
lele bersifat kanibal, telur yang disimpan di kakaban harus segera
diambil agar tidak dimakan oleh induknya sendiri.
Pemeliharaan larva
Ketika telur menetas, larva belum perlu diberi pakan karena nutrisinya tercukupi dari kantung telur (yolk sac).
Setelah 3 hari, kantung telur habis dan cangkang akan lepas. Cangkang
yang lepas dan sisa-sisa sperma berpotensi menumpuk kandungan nitrit
bebas (amoniak) dalam perairan. Cara mensiasatinya dengan menambahkan
unsur C (carbon) seperti air cucian beras atau tepung terigu.
Pemeliharaan larva atau disebut juga pendederan biasanya dilakukan
dalam 4 tahap, dimana ukuran kolam dan jenis pakan yang diberikan
berbeda sampai ukuran benih siap jual. Kualitas media air untuk
pemeliharaan larva di antaranya adalah:
Suhu berkisar di 25 – 30oC
Nilai pH 6,5 – 8,6
Laju pergantian air 10 – 15% per hari
Ketinggian air: 50 – 70 cm
Kriteria produksi per tahap pendederan berdasarkan panduan SNI 01-6484.4-2000 dapat dilihat dari tabel berikut:
Pendederan Lele Dumbo
Pada setiap siklus pembenihan selama 5-6 minggu, benih lele dapat
diproduksi sebanyak 25.000 ekor. Indukan dapat digunakan untuk 5x proses
pemijahan sehingga tidak perlu lagi mencari indukan untuk kurun waktu
minimal 2 tahun, cukup memelihara sesuai dengan kebutuhan induk. Benih
lele sendiri dapat dipasarkan dengan harga Rp 80/ekor (harga
berbeda-beda di setiap daerah).
Untuk
pemasarannya, biasanya pembudidaya pembesaran lele akan datang langsung
ke pengusaha benih lele. Karena yang ada saat ini adalah usaha
pembesaran lebih banyak daripada pembenihan sehingga benih berkualitas
pasti jadi rebutan (simak jenis ukuran dan harga benih lele si artikel ini).
Dikatakan Azzam Bachrur, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Catfish
Indonesia (APCI), pada majalah TROBOS, usaha pembenihan belum ada
sampai skala besar sehingga jumlah permintaan benih lebih daripada
pemasokan. Tambahnya lagi, produksi benih lele yang ideal adalah 1 juta
ekor sekali produksi. Kendalanya adalah, seperti yang disebutkan
sebelumnya, pembenihan adalah proses yang berisiko tinggi.
Bagaimana menurut Anda? Apa Anda siap menjadi pemasok 1 juta benih
lele unggulan? Simak prosedur lengkap mengenai pembenihan pada tautan berikut dan intip juga kesuksesan pembudidaya benih lele sangkuriang di Purwakarta di tautan ini.
———————————————————————————————– SUMBER
Dini, 2017. Cara Benar Membenihkan Lele. TROBOS edisi 62/Tahun VI/15 Juli-14 Agustus 2017
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6484.4-2000. Produksi benih
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar.
Sistem budidaya resirkulasi adalah system budidaya ikan dimana air dalam
kolam budidaya disirkulasi kembali melalui proses sedemikian rupa
sehingga kotoran ikan, sisa pakan, dan senyawa serta gas beracun hasil
efek samping dari kotoran ikan dapat dijebak dalam tangki pengendapan
dan filtrasi.
Setelah melalui tahapan tersebut, air yang kembali kedalam kolam ,
kandungan kotoran dan kandungan senyawa berbahaya sudah hilang, paling
tidak berkurang.
Dengan proses tersebut diharapkan air yang kembali kekolam tetap stabil
dan sehat, sehingga bakteri pathogen tidak berkembang, kesehatan dan
daya tahan ikan terjaga, nafsu makan ikan tidak menurun, sehingga
pertumbuhan ikan tidak terhambat dan tingkat kematian dapat
diminimalisir.
PARAMETER YANG HARUS DIPERHITUNGKAN DAN DIPERHATIKAN DALAM
SISTEM RESIRKULASI.
Tujuan dari dibuatnya system resirkulasi dalam budidaya ikan adalah :
1. Menghemat dalam penggunaan air dan ruang.
2. Tidak merubah kontur asli tanah.
3. Kestabilan system dari gangguan cuaca dan lingkungan (hewan predator dan hama serta penyakit dan lain – lain).
4. Pengendalian budidaya sepenuhnya pada pembudidaya bukan kepada lingkungan/alam.
5. Menaikkan efisiensi dan produktifitas denga system padat tebar (high density) ikan
budidaya.
6. Disamping itu system resirkulasi memiliki keuntungan dapat
diintegrasikan dengan budidaya yang lain misalnya budidaya cacing
sutra,daphnia,pembuatan pupuk organic,pertanian aquaponik sehingga
disebut pertanian terintegrasi (integrated farming system).
Akan tetapi system resirkulasi tetap memiliki batasan dan sarat yang harus dipenuhi yaitu :
1. Harus adanya sumber listrik yang cukup.
2. Harus memperhitungkan investasi yang dikeluarkan dan overhead
terhadap harga jual ikan budidaya. Karena hal ini sangat mempengaruhi
dalam pemilihan alat yang digunakan.Makin mahal dan sensitive jenis
ikan, makin lengkap tahapan system resirkulasi yang dibuat.
3. Memahami system budidaya ikan dan cara kerja masing – masing model
alat agar tidak salah dalam membuat konfigurasi alat filtrasi.
4. Sistem ini tetap masih membutuhkan sumber air.
FAKTOR MENDASAR YANG HARUS DIPERHITUNGKAN DALAM SISTEM RESIRKULASI
1.Kekuatan pompa
Sisa pakan dan kotoran akan mulai mengalami dekomposisi setelah melewati
1 jam. Karenanya sedapat mungkin kotoran sudah tersedot pompa ke proses
filtrasi dibawah satu jam. Akan tetapi hal itu tidaklah mungkin.
Sehingga para ahli mengatakan kekuatan pompa harus melebihi kapasitas
kolam. Contoh : bila volume kolam 2500 liter maka kekuatan pompa harus
diatas 2500 ltr/jam. Misalkan 5000 ltr/jam.
Sumber : http://lele-ras-system.blogspot.co.id/2015/04/budidaya-ikan-sistem-resirkulasi.html
Sebagian
obat-obat kimia untuk ikan sekarang di larang oleh KKP Pusat karena
sebagai bentuk pengendalian terhadap sistem mutu dan jaminan keamanan
pangan. Salah satu alternatif untuk mengobati lele dari penyakit Moncong
Putih, Borok, Jamur, Parasit, Radang, Kembung, bercak merah &
Bakteri Aeromonas adalah obat herbal di bawah ini. Berikut 10 macam obat
herbal, fungsi, dosis dan cara mengobatinya:
1. Jantung Pisang
Fungsinya untuk mengobati penyakit moncong putih yang biasa menyerang bibit lele.
2. Daun Pepaya:
Berfungsi untuk mencegah atau mengobati serangan bakteri, berfungsi juga sebagai penyetabil ph air.
Dosis & cara Mengobati:
Campurkan 60 gram garam dan cacahan 2-3 lembar daun pepaya pada 5 liter air, aduk dan tuangkan ke kolam.
3. Bonggol Pisang:
Berfungsi untuk mengobati serangan jamur pada lele, berfungsi juga
sebagai penyetabil ph air, jangan sampai menambahkan bonggol pisang
terlalu banyak, dosis yang berlebihan dapat berakibat buruk pada lele.
4. Garam Krosok/Grosok:
Berfungsi untuk mencegah atau mengobati parasit, bakteri dan jamur yang
menyerang lele. Dosis penggunaan garam: 1-2 sendok teh garam per 4 liter
air atau 1-2 gram per 1 liter air.
5. Buah Mengkudu:
Berfungsi untuk mencegah atau mengobati serangan bakteri aeromonas
hydrophila. Fungsi lainnya adalah mengurangi kanibalisme pada lele.
Dosis & cara mengobati:
1-2 buah mengkudu matang tumbuk sampai halus.
rebus 15 daun pahit-pahitan sampai mendidih dan ambil airnya.
1/3 sendok teh antibiotik enroflox acin.
Campurkan ke 3 bahan tersebut ke dalam 3 kg pakan, aduk hingga rata
kurang lebih 5 menit. Obat herbal mengkudu siap digunakan untuk
mengatasi penyakit bakteri aeromonas hydrophila. 6. Jahe:
Berfungsi untuk mencegah bibit lele umur 3-4 minggu dari penyakit kembung.
Dosis & cara mengobati:
parut jahe 10 gram dan campur dengan air. Tebarkan larutan pada kolam lele seluas 1-2 m2.
7. Ciplukan (Physalis angulata L):
Berfungsi untuk mengobati lele dari Bakteri penyebab radang, kemerahan atau borok dan bengkak.
Dosis & cara mengobati:
Daun dan buah Ciplukan basah sebanyak 15-30 gram direbus dalam 100 ml
air atau Ciplukan kering sebanyak 5-10 gram dalam 100 ml air, gunakan
untuk perendaman.
8. Kelor (Moringa oleifera Lamk.):
Berfungsi untuk mengobati lele dari bakteri Aeromonas hydrophila
penyebab penyakit bercak merah dan Streptococcus agalactiae penyakit
dengan gejala berenang tak beraturan, mata menonjol, badan kehitaman.
Dosis & cara mengobati:
5 gram daun dicacah halus dicampur air 100 ml, hasil saringannya dicampur air digunakan untuk perendaman.
9. Jambu Biji (Psidium guajava):
Berfungsi untuk mengobati lele dari bakteri Aeromona shydrophila penyebab penyakit bercak merah.
Dosis & cara mengobati:
4-5 gram daun dicacah halus dicampur air 1 liter, campurkan dengan
pakan. 1-2 gram daun dicacah halus dicampur air sebanyak 5 liter, ini
digunakan untuk perendaman ikan yang sakit selama 48 jam.
10. Meniran (Phyllanthus niruri L., Phyllanthus urinaria Linn.)
Berfungsi untuk mengobati lele dari bakteri Aeromonas hydrophila,
penyakit bercak merah dan borok, Edwarsiella tarda penyakit bisul dan
luka pada kulit.
Dosis & cara mengobati:
5 gram daun yang sudah dibuat bubuk dicampur air 1 liter untuk
perendaman selama 5 jam Jika dicampur pakan dibutuhkan 20 gram daun
dicacah halus dan dicampur dalam 1 kg pakan.
Sumber : http://bibitlele.net/10-obat-lele-moncong-putih-borok-kembung-jamur-aeromonas/